Sejarah Ayam Pelung
Sejarah
AYAM pelung merupakan
ayam lokal yang memiliki suara kokok merdu, selain ayam bekisar dan ayam kokok
balenggek. Suara kokoknya sangat khas, mengalun panjang, besar, dan
mendayu-dayu. Durasi kokok ayam pelung cukup panjang, dapat mencapai waktu 10
detik bahkan lebih. Itulah sebabnya ayam pelung dapat dikelompokkan dalam ayam
berkokok panjang (long crow fowl).
Bangsa ayam berkokok
panjang lainnya adalah ayam toutenko, toumaru, dan koeyoshi. Ketiga bangsa ayam
tersebut merupakan ayam asli Jepang yang memiliki durasi kokok sampai 15 detik.
Ayam pelung yang memiliki kualitas suara baik dan berhasil memenangkan kontes biasanya
memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat mencapai harga hingga jutaan rupiah.
Domestikasi ayam pelung Ayam pelung merupakan
ayam lokal yang pada mulanya berkembang di daerah Cianjur.Dengan semakin
bertambahnya penggemar ayam pelung maka penyebarannya pun semakin meluas ke
berbagai daerah sekitar Bandung, Bogor, Sukabumi, dan daerah lainnya. Kontes
ayam pelung juga semakin marak diadakan, baik institusi pemerintah maupun
inisiatif perhimpunan penggemar ayam pelung. Hingga kini belum ditemukan laporan
ilmiah yang menjelaskan bagaimana terjadinya domestikasi ayam pelung. Namun
paling tidak, ada satu versi pendapat mengenai asal-usul ayam pelung yang
paling dapat dipercaya, ini merupakan cerita rakyat yang berkembang di kalangan
peternak daerah sentra. Ayam pelung diperkirakan mulai dipelihara sekira tahun
1850-an oleh seorang kiai di Desa Bunikasih, Kecamatan Warung Kondang, Cianjur.
Kiai tersebut bernama Kiai H. Djarkasih. Pada suatu malam, beliau bermimpi
bertemu dengan Eyang Suryakencana. Di dalam mimpinya ia disuruh mengambil
seekor anak ayam jantan di suatu tempat. Esok harinya ia mendatangi tempat yang
disebutkan di dalam mimpi tersebut. Betapa terkejutnya ketika ia menemukan
seekor anak ayam jantan yang besar dari yang lainnya dan memiliki bulu tubuh
jarang (turundul). Setelah dewasa ayam tersebut dikawinkan dengan ayam kampung
betina dan menghasilkan keturunan, seperti ayam pelung sekarang. Jadi, pemulia
pertama adalah Kiai H. Djarkasih (Mama' Acih). Ia memulai penangkaran sejak
tahun 1850 dengan mengambil/ memilih bibit seekor ayam jantan muda yang
diamatinya lebih besar dan tinggi dari yan lainnya. Penangkaran pertama kali
dilakukannya dengan mengawinsilangkan dengan ayam betina biasa. Sifat produksi.
Ayam pelung memiliki bobot badan lebih besar dari ayam kampung, ayam bekisar
dan ayam kokok balenggek. Bobot badan ayam pelung jantan dewasa dapat mencapai
5-6 kg, sedangkan ayam betina 3-4 kg. Ayam pelung memiliki postur tubuh tinggi
besar, memiliki leher panjang dan kaki yang kokoh. Suara kokok hanya terdapat
pada ayam pelung jantan, karena kokok merupakan sifat kelamin sekunder pada
ayam jantan dan sangat dipengaruhi oleh hormon testosteron. Meskipun tidak
memiliki pola warna bulu yang khas sebagai penciri suatu bangsa pada ayam,
namun warna campuran merah dan hitam merupakan warna yang paling dominan pada
ayam pelung. Cakarnya panjang dan besar, warnanya bervariasi dari hitam,
kuning, atau putih kekuning-kuningan. Jengger pada umunnya berbentuk tunggal (single
comb), berdiri tegak dan bergerigi seperti gergaji.
Ada penelitian Ayam Pelung lebih dekat
kekerabatannya dengan Gallus Varius (ayam hutan hijau), yang dilihat dari
jumlah kromosomnya ayam pelung mempunyai 9 kesamaan dengan Gallus Varius (ayam
hutan hijau).
Ayam hutan adalah nama umum bagi jenis-jenis
ayam liar yang hidup di hutan. Dalam bahasa Jawa disebut dengan nama ayam alas,
dalam bahasa Madura ajem alas, dan dalam bahasa Inggris junglefowl; semuanya
merujuk pada tempat hidupnya dan sifatnya yang liar. Saat ini terdapat 4
spesies ayam hutan yang semuanya hanya tersebar di Asia. Keempat jenis ayam
hutan tersebut adalah:
Ayam hutan merah/Red Junglefowl (Gallus
gallus, Linnaeus, 1758)
Ayam hutan abu-abu/Grey Junglefowl (Gallus
sonneratii Temminck, 1813)
Ayam hutan Srilangka/Ceylon Junglefowl (Gallus
lafayetii, Lesson 1831)
Ayam hutan hijau/Green Junglefowl (Gallus
varius Shaw, 1798)
Setelah manusia berperan didalam mempengaruhi
perkembangan jenis ayam maka perbedaan antar jenis ini lebih menonjol lagi
sehingga secara umum dewasa ini timbul istilah-istilah seperti :
Kelas
ayam§
Bangsa
ayam§
Varitas
ayam§
Strain
ayam§
Kelas ayam adalah istilah yang dipergunakan untuk membedakan asal
atau pembentukan ayam seperti ; Kelas laut tengah, Amerika dan lain-lain.
Bangsa ayam adalah istilah yang dipakai untuk membedakan sekelompok
ayam dalam suatu kelas yang mempunyai sifat-sifat kebakaan tertentu dan khas
seperti bentuk badan dan sebagainya.
Varitas ayam adalah istilah yang dipakai untuk membedakan sekolompok
ayam dalam satu bangsa yang mempunyai sifat-sifat yang mempunyai keturunan
tertentu seperti warna bulu, jengger dan sebagainya.
Strain ayam adalah hasil karya seorang breeder dan biasanya sudah
mempunyai fungsi yang khas dan selalu membawa nama perdagangannya (trade merk)
dengan nomor kode seperti strain kimber 137Tatum T-173 dan lian-lainnya.
Klasifikasi Ayam Ras
Ada 2 cara untuk membuat klasifikasi ayam
ras :
1) Berdasarkan penggunaan atau tujuan
pemeliharaan atau nilai ekonomis yang disebut Klasifikasi ekonomi
2) Berdasarkan tempat asal ayam yang disebut Klasifikasi
Standard
Klasifikasi ekonomi
Klasifikasi ekonomi yang lebih umum disebut
type ayam terdiri dari :
a. Kelas petelur
Jenis ayam yang efesien untuk
menghasilkan telur
b. Kelas pedaging
Jenis ayam yang efesien untuk
menghasilkan daging
c. Kelas dwiguna
Jenis ayam yang efesien
untuk menghasilkan telur dan daging
d. Kelas Fancy
Jenis ayam untuk perhiasan,
hiburan atau rekreasi
Klasifikasi standard
Klasifikasi standard ayam ini sebanyak 12
kelas dan kelas-kelas yang penting diantaranya adalah :
Kelas amerika
Tujuan produksi telur, daging atau dua-duanya
Kelas Asia
Tujuan produksi daging
Kelas inggris
Tujuan daging dan telur atau dwiguna kecuali
ayam cornish jenis pedaging
Kelas laut atau mediterrania
Tujuan produksi telur
Kelas polandia, hamburg, perancis dan
continental
Dengan tujuan dwiguna dan yang lainnya sebagai
fancy.
Ayam-ayam hutan ini (4
jenis) tabt diatas dari segi bentuk tubuh dan perilaku sangat serupa dengan
ayam-ayam peliharaan, karena memang merupakan leluhur dari ayam
peliharaan. Jantan dengan betina berbeda bentuk tubuh, warna dan
ukurannya (dimorfisme seksual, sexual dimorphism). Ayam hutan jantan memiliki
bulu yang berwarna-warni dan indah, berbeda dengan ayam betina.
Sementara ada penelitian yang menyebutkan
bahwa perihal kokokan diwariskan secara kultural melalui proses meniru, seperti
yang ditemui pada burung pipit.
Bahkan penelitian
untuk mengetahui cara burung pipit bernyanyi telah dilakukan untuk mengetahui
bagaimana ia belajar bernyanyi, dan bagaimana pola pewarisan sifat suara merdu
dari orang tua kepada anaknya. Adalah Grant dan Grant (1997) yang melaporkan,
sifat nyanyian (song) pada burung tidak diwariskan secara genetik, namun lebih
ditentukan proses berlatih (song learning) pada umur muda. Hal ini kemudian
diperkuat Marler dan Doupe (2000) yang menyatakan, sifat nyanyian pada burung
merupakan perilaku berlatih yang diwariskan secara kultural (culturally
inherited traits). Studi pada burung pipit (Finch darwin) juga menunjukkan,
sifat nyanyian merupakan sifat yang diwariskan secara kultural melalui proses
meniru (imprinting). Berdasarkan fenemona tersebut, menduga kemampuan sifat
berkokok pada ayam penyanyi, seperti ayam pelung, juga diwariskan secara
kultural (Rusfidra, 2004). Menurut Solis et al. (2000) masa berlatih terjadi
dalam dua fase, yaitu fase sensory dan fase sensorimotor. Selama fase sensory,
awal ayam pelung jantan muda milik Mama Acih ini meniru tutor, dalam hal ini
mama acih yang sering bersenandung/ nembang dengan nada sengau /Ung dan kadang
cengkok/bitu. Dan secara terus-meneus Ayam pelung tersebut akan merekam suara
tutornya. Setelah dewasa ia mulai belajar bernyanyi dengan meniru suara tutor
yang sudah terekam di otaknya. Pada fase sensory, organ yang mengatur produksi
suara yang disebut song control region (SCR) mengalami perkembangan yang pesat.
Fase sensorimotor terjadi setelah Ayam Pelung mengalami dewasa kelamin. Saat
inilah ia mulai bernyanyi dan berlatih terus-menurus hingga ia menjadi Ayam
penyanyi yang mahir. Didukung oleh teory genetika bahwa “gen itu tidak bersifat
kekal, gen akan mengalami perubahan secara pelan atau cepat (adaptasi). Akan
terseleksi oleh ; alam/iklim, lingkungan, tanah, pakan, penyakit, dan cara
pemeliharaan”, dimana kelompok galur murni ini dahulu secara tdk sengaja
terbentuk melakukan pelestarian melalui perkawinan tertutup (inbreeding)
kandang sendiri demi sehingga ketersediaan gen reverse dngn tingkat
homosigositas yg tinggi, yang memungkinkan juga terbentuknya final strain
genetics yang fixed yaitu “Ayam Pelung”.
Pemuliaan
Ayam Pelung sebagai plasma nutfah khas Jawa
Barat yang sudah berkembang dan tersebar di dalam dan di luar negeri harus
memperoleh perlindungan hukum yang kongkrit. Himpunan Peternak Penggemar Ayam
Pelung Indonesia (HIPPAPI) Jawa Barat yang berpusat di Kota Cianjur pada Maret
2004 resmi memperoleh penetapan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk
merek “Ayam Pelung HIPPAPI)” serta HAKI untuk hak cipta yang dilindungi secara
syah oleh peraturan perundang-undangan dari Depkeh dan HAM, Hak Cipta berjudul
“Panduan Standarisasi dan Pengembangan Ayam Pelung” (Gallus Domesticus
Var Pelung).
Hak Cipta itu merupakan acuan atau pandangan
syah dan mempunyai ketentuan hukum yang mengikat bagi seluruh anggota HIPPAPI,
baik di dalam maupun di luar Jawa Barat, serta mengikat juga pihak lain yang
menyelenggarakan kegiatan yang sama. Pembudidayaan, pemurnian dan
penyelenggaraan kegiatan yang sama. Pembudidayaan, pemurniaan dan pengembangan
ayam pelung oleh anggota HIPPAPI dan pihak lain harus mengacu pada Hak Cipta
HIPPAPI yang telah memperoleh HAKI tersebut.
Ayam pelung tidak hanya tersebar di Indonesia
saja, tapi juga di luar negeri, karena banyak orang asing yang membawanya ke
negara masing-masing. Mengalirnya ayam pelung ke luar daerah asalnya, terutama
di laur negeri, sementara peternak lokal sendiri rata-rata belum menternakannya
secara mantap, dikhawatirkan ayam pelung di daerah asalnya akan terkuras.
Pemurnian ayam pelung dilakukan melalui
pelestarian plasma nutfah, perlindungan hak, hak mengembangkan dan memurnikan,
serta pengujian mutu. Pelestarian plasma nutfah mencakup pemurnian ras dan
pengendalian pola pembibitan. Perlindungan hak meliputi hak pemurnian berada
dipeternak lokal dengan mengikuti pola-pla yang sudah berjalan, penerapan
teknologi budidaya harus berbasis industri peternakan, serta wujud perlindungan
berupa pemberian sertifikasi dan label terhadap ayam pelung berdasarkan
standarisasi performa dan label terhadap ayam pelung berdasarkan standar
performa yang sudah ditetapkan dan hasil pengukuran fisik.
Yang dapat dikelompokan dan diakui sebagai
ayam pelung adalah hasil pemurnian masyarakat peternak serta hasil budi daya
pihak mana saja yang menggunakan bibit ayam pelung s/d keturunan ke tiga dengan
disukung oleh test sperma, darah dan DNA. Sementara itu, perlindungan dalam pmurnian
ras ayam pelung diwujudkan dengan pemberian nomor reggistrasi peternak, kode
peternak, demplot, Label dan sertifikat. Seyogyanya semua pihak mendukung
perlindungan dan pemurnian ayam pelung dengan kelestarian fauna sebagai
kekayaan dunia yang tidak ternilai harganya. Sekarang sudah sulit menentukan
ayam pelung asli.
Kontes ayam pelung. Kontes ayam pelung
merupakan salah satu kegiatan untuk menumbuhkan motivasi peternak dan penggemar
ayam pelung. Kontes yang seringkali diadakan Himpunan Peternak dan Penggemar
Ayam Pelung Indonesia (HIPPAPI) telah diadakan di beberapa kota di Jawa
Barat.Aspek yang dinilai adalah penampilan suara kokok dan penampilan ayam
pelung. Penilaian aspek suara kokok meliputi volume suara, durasi kokok
(kebat), suara angkatan (kokok depan), suara tengah dan suara akhir (tungtung).
Ayam pelung dikatakan memiliki suara angkatan baik bila volume suara awal
besar, bersih dan panjang. Suara kokok tengah dikatakan baik bila suara tengah
memiliki volume besar, bersih dan terjadi perubahan volume suara diantara suara
awal dengan suara tengah, dan antara suara tengah dengan suara akhir. Perubahan
volume suara itu disebut dengan istilah bitu. Suara akhir merupakan suku kata
kokok akhir, sebaiknya memiliki volume besar, bersih dan lunyu. Aspek penampilan
ayam dinilai berdasarkan keadaan tubuh bagian depan dan belakang. Unsur yang
dinilai adalah bentuk dan warna jengger, bentuk dan keadaan mata, hidung,
bentuk paruh, leher, tembolok dan paruh. Meskipun kriteria penilaian telah
disepakati bersama dan pada setiap kontes selalu dinilai dewan juri yang
berpengalaman dan berintegritas tinggi, namun menurut kami tetap saja ada
faktor subjektivitas dikalangan juri. Hal ini disebabkan keterbatasan indera
telinga dewan juri dalam melakukan penilaian, apalagi pada saat yang bersamaan
juri harus menilai ayam peserta kontes yang mencapai puluhan sampai ratusan
ekor.
Sumber:http//http://ayam-pelung-genotype.blogspot.com/2013/03/sejarah-ayam-pelung.html